Raja Pertama Negeri Samalanga Tun Sri Lanang
Data Aceh. Tun Sri Lanang (bernama asli Tun Muhammad Anak Tun Ahmad, lahir di Selayut, Batu Sawah, Johor Lama, pada tahun 1565 M), adalah di antara sekitar 22.000 tawanan perang yang ditahan pasukan Sulthan Iskandar Muda (1607-1636) dalam penyerbuan ke Semenanjung Malaya pada 1613 M dan kemudian dibawa ke Aceh. Menurut Linehan (1936), Pemerintahan Sultan Iskandar Muda memindahkan sekitar 22.000 penduduk Semenanjung Melayu ke Aceh dikarenakan penduduk Aceh telah berkurang drastis karena perang selama 130 tahun. Sebagian besar dari ke 22.000 warga pindahan itu ditempatkan di Samalanga (Kab. Bireuen) dan Seulimuem (Kab. Aceh Besar).
Saat ditawan, Tun Sri Lanang sedang menjabat sebagai Bendahara kepada Paduka Raja Tun Muhammad Orang Kaya Kerajaan Johor Lama di Batu Sawar, Pewaris Kerajaan Kesultanan Melaka, 1557 - 1613 M. Tun Sri Lanang, selain seorang Bendaharawan, juga adalah seorang penulis. Ketika ditawan dan dibawa ke Aceh pada 1613 M, Tun Sri Lanang telah menuliskan sebagian dari naskah Sulalatus Sulatin yang kemudian dirampungkannya di Aceh.
Pada 1613 M, beliau kemudian diangkat oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam menjadi Raja Perdana Ulee Balang Pertama VI Mukim Negeri Samalanga Aceh Darussalam dengan gelaran Datuk Bendahara Tun Muhammad Seri Lanang, setelah untuk beberapa lama menjabat sebagai Penasihat Sultan dengan gelar Orang Kaya Datuk Bendahara Sri Paduka Tun Sebrang, dan Sulthan Iskandar Muda memberikan wilayah kekuasaannya di Samalanga yang dibatasi dengan Krueng Ulim dan Krueng Jempa (AK Yakobi: 1997: 40 – 48).
Pada than 1613 Tn Sri Lanang setelah peristiwa Batu Sawar hijrah ke Aceh Darussalam bersama keluarga Sultan Alauddin termasuk adiknya Raja Bungsu bersama mareka ada dua ribu penduduk Johor yang dibawa ke Aceh dan kemudian di mukimkan di Samalanga.
Secara tradisional Jabatan penting dalam Kesultanan Melayu merupakan jabatan warisan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut satu riwayat setelah Tun Sri Lanang pindah ke Aceh putra tertua Tun Sri Lanang yang bernama Tun Anum diangkat menjadi Bendahara Johor berikutnya. Diduga Tun Anum meninggal dunia bersama pembesar Johor lainnya akibat wabah penyakit pada tahun 1642 dan di makamkan di Makam Tauhid ( Makam Sayed)35. Setelah Tun Anum mangkat adiknya yang bernama Tun Jenal diangkat menjadi Bendahara dengan gelar Paduka Raja atau Bendahara Sekudai. Tun Jenal merupakan bendahara Johor yang berjasa melepaskan Malaka dari penjajah Portugis tahun 1941 Masehi. Peristiwa pelepasan malaka dari Portugis tercatat dalam hikayat Hang Tuah.
Keturunan Tun Jainal bergelar Bendahara Paduka Raja (BPR) alias Datuk Sekudai ini mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Said Zainal Abidin dari Aceh yang mempunyai seorang anak perempuan bernama Dato Maharaja Diraja. Dato Maharaja Diraja mempunyai dua orang putra yang bernama Sayid Jak’far alias Datuk Pasir Raja dan Habid Abdullah BSM. Dalam bukunya : Hj. Pocut Haslinda Muda Dalam Azwar Waris ke – 8 Tun Sri Lanang.
Saat ditawan, Tun Sri Lanang sedang menjabat sebagai Bendahara kepada Paduka Raja Tun Muhammad Orang Kaya Kerajaan Johor Lama di Batu Sawar, Pewaris Kerajaan Kesultanan Melaka, 1557 - 1613 M. Tun Sri Lanang, selain seorang Bendaharawan, juga adalah seorang penulis. Ketika ditawan dan dibawa ke Aceh pada 1613 M, Tun Sri Lanang telah menuliskan sebagian dari naskah Sulalatus Sulatin yang kemudian dirampungkannya di Aceh.
Pada 1613 M, beliau kemudian diangkat oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam menjadi Raja Perdana Ulee Balang Pertama VI Mukim Negeri Samalanga Aceh Darussalam dengan gelaran Datuk Bendahara Tun Muhammad Seri Lanang, setelah untuk beberapa lama menjabat sebagai Penasihat Sultan dengan gelar Orang Kaya Datuk Bendahara Sri Paduka Tun Sebrang, dan Sulthan Iskandar Muda memberikan wilayah kekuasaannya di Samalanga yang dibatasi dengan Krueng Ulim dan Krueng Jempa (AK Yakobi: 1997: 40 – 48).
Di Aceh Pernikahan Tun Sri Lanang dengan isteri keduanya mempunyai seorang anak bernama Tun Rembau bergelar Teuku Tjik Di Blang Panglima Perkasa32 Dalam sejarah melayu anak cucu Tun Seri Lanang kemudian menjadi para bangsawan, Bendahara, dan Sultan di Tringganu, Johor, Pahang dan Selangor.
Pada than 1613 Tn Sri Lanang setelah peristiwa Batu Sawar hijrah ke Aceh Darussalam bersama keluarga Sultan Alauddin termasuk adiknya Raja Bungsu bersama mareka ada dua ribu penduduk Johor yang dibawa ke Aceh dan kemudian di mukimkan di Samalanga.
Secara tradisional Jabatan penting dalam Kesultanan Melayu merupakan jabatan warisan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut satu riwayat setelah Tun Sri Lanang pindah ke Aceh putra tertua Tun Sri Lanang yang bernama Tun Anum diangkat menjadi Bendahara Johor berikutnya. Diduga Tun Anum meninggal dunia bersama pembesar Johor lainnya akibat wabah penyakit pada tahun 1642 dan di makamkan di Makam Tauhid ( Makam Sayed)35. Setelah Tun Anum mangkat adiknya yang bernama Tun Jenal diangkat menjadi Bendahara dengan gelar Paduka Raja atau Bendahara Sekudai. Tun Jenal merupakan bendahara Johor yang berjasa melepaskan Malaka dari penjajah Portugis tahun 1941 Masehi. Peristiwa pelepasan malaka dari Portugis tercatat dalam hikayat Hang Tuah.
Keturunan Tun Jainal bergelar Bendahara Paduka Raja (BPR) alias Datuk Sekudai ini mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Said Zainal Abidin dari Aceh yang mempunyai seorang anak perempuan bernama Dato Maharaja Diraja. Dato Maharaja Diraja mempunyai dua orang putra yang bernama Sayid Jak’far alias Datuk Pasir Raja dan Habid Abdullah BSM. Dalam bukunya : Hj. Pocut Haslinda Muda Dalam Azwar Waris ke – 8 Tun Sri Lanang.
Category: Data Bireuen, Sejarah