Sejarah Mercusuar Willem’s Toren Pulau Aceh
Data Aceh. Mercusuar Pulau Aceh adalah sebuah menara yang ketinggiannya mencapai 85 meter dibangun pada tahun 1875 oleh Willem’s Toren, terletak di dalam sebuah komplek seluas 20 hektare di Kecamatan Pulau Aceh dulunya salah satu pemukiman Kecamatan Peukan Bada dan di pemukiman ini pada masa itu ditempati oleh perwira-perwira Belanda. Mercusuar ini mengadopsi nama sang raja yang lebih dikenal dengan Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk, penguasa Luxemburg Kala itu.
Dalam prasasti yang tertempel di bangunan bundar setinggi 85 meter itu, tertulis, mercusuar buatan Belanda ini dibangun pada 30 November 1874. Konon, menara suar yang terletak di atas sebuah pergunungan yang berhadapan langsung dengan Pulau Weh, Sabang dan Samudera Hindia ini, dibangun tiga unit yang sama persis. Dua diantaranya berada di Belanda, dan Kepulauan Karibia. Namun yang di Belanda sudah difungsikan sebagai museum.
Berdasarkan info yang dihimpun dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, karena serikat dagang Hindia Belanda, VOC, telah berdiri. Infrastruktur pelabuhan dan sarana navigasi jadi kebutuhan dasar saat itu dan Belanda bercita-cita ingin membuat pelabuhan transit Sabang seperti Negara Singapura.
Dalam sejarah disebutkan bahwa di sebelah Utara Pulau Sumatera, tepatnya di Kawasan Pulau Weh yang masa itu dijadikan Belanda sebagai basis pelabuhan perdagangan bebas milik mereka. Ribuan kapal yang melintasi Selat Malaka akan singgah di Sabang. Williem III kemudian membangun lampu sebagai penanda bagi kapal yang melintas di ujung Pulau Aceh.
Semua bangunan menara yang di bangun oleh Willem didedikasikan untuk raja seperti di Hollands dan Kepulauan Karibia termasuk di Pulau Aceh menara mecusuar yang berfungsi hanya di Aceh dan yang di bangun di kepulauan Karibia, di Hollands telah berubah fungsi menjadi museum.
Menara bundar setinggi 85 meter ini kabarnya hanya ada tiga di dunia. Selain di Pulo Aceh, tower serupa juga ada di Belanda dan Kepulauan Karibia. Namun yang di Belanda sudah difungsikan sebagai museum, sementara dua lainnya masih aktif.
Dalam prasasti yang tertempel di bangunan bundar setinggi 85 meter itu, tertulis, mercusuar buatan Belanda ini dibangun pada 30 November 1874. Konon, menara suar yang terletak di atas sebuah pergunungan yang berhadapan langsung dengan Pulau Weh, Sabang dan Samudera Hindia ini, dibangun tiga unit yang sama persis. Dua diantaranya berada di Belanda, dan Kepulauan Karibia. Namun yang di Belanda sudah difungsikan sebagai museum.
Willem memang giat membangun ekonomi dan infrastruktur di wilayah Hindia Belanda, termasuk Pulo Aceh. Dalam beberapa referensi disebutkan, Willem membangun mercusuar bertujuan menyiapkan Pulo Weh (Sabang) sebagai pelabuhan transit Selat Malaka.
Berdasarkan info yang dihimpun dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, karena serikat dagang Hindia Belanda, VOC, telah berdiri. Infrastruktur pelabuhan dan sarana navigasi jadi kebutuhan dasar saat itu dan Belanda bercita-cita ingin membuat pelabuhan transit Sabang seperti Negara Singapura.
Dalam sejarah disebutkan bahwa di sebelah Utara Pulau Sumatera, tepatnya di Kawasan Pulau Weh yang masa itu dijadikan Belanda sebagai basis pelabuhan perdagangan bebas milik mereka. Ribuan kapal yang melintasi Selat Malaka akan singgah di Sabang. Williem III kemudian membangun lampu sebagai penanda bagi kapal yang melintas di ujung Pulau Aceh.
Semua bangunan menara yang di bangun oleh Willem didedikasikan untuk raja seperti di Hollands dan Kepulauan Karibia termasuk di Pulau Aceh menara mecusuar yang berfungsi hanya di Aceh dan yang di bangun di kepulauan Karibia, di Hollands telah berubah fungsi menjadi museum.
Menara bundar setinggi 85 meter ini kabarnya hanya ada tiga di dunia. Selain di Pulo Aceh, tower serupa juga ada di Belanda dan Kepulauan Karibia. Namun yang di Belanda sudah difungsikan sebagai museum, sementara dua lainnya masih aktif.
Category: Aceh Besar, Sejarah