Tari Ranup Lampuan Tarian Tradisional Masyarakat Aceh
Data Aceh. Tari Ranup Lampuan adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Aceh. Tarian ini termasuk tarian penyambutan yang biasanya dibawakan oleh penari wanita dengan menyuguhkan sirih sebagai tanda terima masyarakat. Tari Ranup Lampuan merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Aceh, dan sering ditampilkan untuk menyambut para tamu terhormat maupun acara penyambutan adat lainnya.
Tari Ranup Lampuan pertama kali diciptakan pada tahun 1959 oleh salah satu seniman terkenal dari Aceh yang bernama Yusrizal. Nama Tari Ranup Lampuan ini diambil dari kata “Ranup” dan “Lampuan”. Kata Ranup sendiri dalam bahasa Aceh berarti “Sirih”, sedangkan Puan adalah tempat/wadah sirih khas Aceh. Konon, tarian ini diangkat dari kebiasaan adat masyarakat Aceh dalam menyambut tamu terhormat dengan menyuguhkan sirih sebagai tanda terima mereka.
Gerakan dalam Tari Ranup Lampuan ini biasanya didominasi oleh gerakan lemah lembut yang melambangkan kesopanan dan ketulusan para penari. Apabila di perhatikan secara seksama, setiap gerakan pada tarian ini memiliki makna khusus di dalamnya. Gerakan gerakan tersebut seperti gerakan salam sembah, memetik sirih, membersihkan sirih, meyapukan kapur, memberi gambir serta pinang dan yang terakhir adalah menyuguhkan sirih kepada para tamu.
Setiap gerakan dan atribut dalam tarian ini mengandung makna simbolik. Sebagai gambaran, seluruh gerakan dalam tari ini dibawakan dengan tertib dan lembut sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu. Terdapat juga gerakan salam-sembah dengan tangan mengayun ke kiri, ke kanan, dan ke depan sebagai perlambang kekhidmatan mempersilakan para tamu untuk duduk. Lantas, sirih dalam puan pun dihidangkan secara nyata oleh para penari kepada tamu yang mereka sambut. Dalam masyarakat Aceh, sirih dan puan merupakan perlambang kehangatan persaudaran. Selain sebagai hidangan penyambut tamu, ranup atau sirih mempunyai peran yang penting dalam ritus-ritus sosial masyarakat Aceh, sehingga ia selalu ada dalam berbagai prosesi, dari mulai pernikahan, sunatan dan Lainnya.
Dalam perkembangannya, Tari Ranup Lampuan masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Berbagai kreasi serta variasi dalam segi gerak, pengiring, dan busana, juga sering ditambahkan di setiap penampilannya. Hal ini tentu hanya dilakukan agar terlihat menarik, namun tidak meninggalkan ciri khas dan keasliannya.
Tari Ranup Lampuan ini juga masih sering ditampilkan di berbagai acara penyambutan, seperti penyambutan tamu terhormat maupun jenis penyambutan adat lainnya. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, dan promosi pariwisata. Hal ini dilakukan sebagai usaha pelestarian dan memperkenalkan kepada generasi muda maupun masyarakat luas akan Tari Ranup Lampuan ini.
Tari Ranup Lampuan pertama kali diciptakan pada tahun 1959 oleh salah satu seniman terkenal dari Aceh yang bernama Yusrizal. Nama Tari Ranup Lampuan ini diambil dari kata “Ranup” dan “Lampuan”. Kata Ranup sendiri dalam bahasa Aceh berarti “Sirih”, sedangkan Puan adalah tempat/wadah sirih khas Aceh. Konon, tarian ini diangkat dari kebiasaan adat masyarakat Aceh dalam menyambut tamu terhormat dengan menyuguhkan sirih sebagai tanda terima mereka.
Tari Ranup Lampuan biasanya dibawakan oleh para penari wanita. Jumlah penari tersebut biasanya terdiri dari 5-7 orang penari. Dalam pertunjukannya, para penari dibalut dengan busana tradisional yang cantik serta membawa puan dan sirih yang nantinya akan disuguhkan kepada para tamu. Dengan diiringi oleh alunan musik tradisional, mereka menari dengan gerakannya yang khas di hadapan para tamu dan penonton.
Gerakan dalam Tari Ranup Lampuan ini biasanya didominasi oleh gerakan lemah lembut yang melambangkan kesopanan dan ketulusan para penari. Apabila di perhatikan secara seksama, setiap gerakan pada tarian ini memiliki makna khusus di dalamnya. Gerakan gerakan tersebut seperti gerakan salam sembah, memetik sirih, membersihkan sirih, meyapukan kapur, memberi gambir serta pinang dan yang terakhir adalah menyuguhkan sirih kepada para tamu.
Setiap gerakan dan atribut dalam tarian ini mengandung makna simbolik. Sebagai gambaran, seluruh gerakan dalam tari ini dibawakan dengan tertib dan lembut sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu. Terdapat juga gerakan salam-sembah dengan tangan mengayun ke kiri, ke kanan, dan ke depan sebagai perlambang kekhidmatan mempersilakan para tamu untuk duduk. Lantas, sirih dalam puan pun dihidangkan secara nyata oleh para penari kepada tamu yang mereka sambut. Dalam masyarakat Aceh, sirih dan puan merupakan perlambang kehangatan persaudaran. Selain sebagai hidangan penyambut tamu, ranup atau sirih mempunyai peran yang penting dalam ritus-ritus sosial masyarakat Aceh, sehingga ia selalu ada dalam berbagai prosesi, dari mulai pernikahan, sunatan dan Lainnya.
Dalam perkembangannya, Tari Ranup Lampuan masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Berbagai kreasi serta variasi dalam segi gerak, pengiring, dan busana, juga sering ditambahkan di setiap penampilannya. Hal ini tentu hanya dilakukan agar terlihat menarik, namun tidak meninggalkan ciri khas dan keasliannya.
Tari Ranup Lampuan ini juga masih sering ditampilkan di berbagai acara penyambutan, seperti penyambutan tamu terhormat maupun jenis penyambutan adat lainnya. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, dan promosi pariwisata. Hal ini dilakukan sebagai usaha pelestarian dan memperkenalkan kepada generasi muda maupun masyarakat luas akan Tari Ranup Lampuan ini.
Category: Budaya, pariwisata